21 Januari 2008

Ternyata kita semua sombong !

Memang sulit menghindari sifat sombong tapi lebih sulit lagi menerima dan memaklumi kesombongan orang lain ...


Bangsa kita memang masih terbelit dalam budaya ngomong, bicara dan belum sampai pada budaya tulis dan baca yang tentu saja merupakan budaya berpikir lebih maju karena lebih dapat dipertanggungjawabkan karena bersifat documented. Karena itu rapat, diskusi, seminar maupun lokakarya menjadi marak bahkan menjelma menjadi hobi bagi bangsa kita. Termasuk juga penulis yang masih sering nimbrung dalam rapat, diskusi sana-sini meskipun selalu cuma sebagai pelengkap.

Topik inipun ditulis dari pengalaman mengikuti rapat. Dan tentu saja rapat, diskusi, ngobrol maupun forum cangkrukan yang ditulis ini mulanya berlangsung sangat meriah dan gayeng karena memang sudah jadi budaya dan hobi. Namun kegayengan itu sontak berubah saat seorang peserta rapat dengan lantangnya mengatakan “Saya paham betul permasalahan ini ...bla ... bla ... bla ...”. Begitu peserta itu berhenti peserta lain mengkritik pedas dengan mengatakan “Anda tidak patut mengatakan paham yang seakan-akan semua peserta rapat tidak banyak tahu, itu menunjukkan kesombongan. Saya saja yang punya jabatan sebagai tokoh kampung tidak pernah menceritakan pada saudara saya. Jadi berhati-hatilah”. Sementara yang lain mengatakan “Kalimat itu menunjukkan kesombongan Anda karena meremehkan peserta rapat yang lain”. Lalu peserta lain saling bersahutan dengan penilaian masing-masing.

Bersyukurlah pemimpin rapat segera menengahi. Bahwa yang semestinya dicermati dalam rapat adalah substansi dari apa yang dikatakan peserta rapat yang merasa paham tadi dan bukan cara ia menyampaikan dengan kalimat yang seakan-akan menjadi orang yang paling faham. “Yang mengatakan paham tadi memang terdengar sombong serasa menepuk dada sebagai satu-satunya orang yang mengerti masalah, tapi sebagai tokoh sekelas kampung dibanggakan dan disampaikan dalam rapat juga merupakan kesombongan tersendiri”, lanjutnya.

Namun jika kita mau berpikir sedikit lebih kedalam, maka yang mengatakan “Anda meremehkan peserta rapat lain” bisa mendapat awu anget sebagai sebuah kesombongan yang laten, tak kentara. Coba kita pikir jika Anda menemukan seseorang yang dirinya merasa diremehkan bukankah itu berarti dirinya merasa lebih unggul sehingga tidak mau diremehkan. Jika kita ketemu seseorang yang tidak mau disombongi bukankah itu sebuah kesombongan tersendiri ? Bukankah sikap tidak mau merasa kalah adalah sebuah kesombongan ?

Yang mungkin perlu kita sadari adalah bahwa kita selayaknya mulai memaklumi dan menerima dengan tulus jika kita mendapati orang-orang yang menyombongi kita. Apa sebenarnya keuntungan orang yang sombong ? Sama halnya pertanyaan, apa sih yang dirugikan dari kita jika kita disombongi atau diremehkan ? Kalau toh kita merasa kalah dengan kesombongan itu lalu mengapa sih kita tidak mau kalah ? Atau apakah mereka yang tidak remeh ( karena ada yang merasa diremehkan ) itu berarti menang ? Lalu apa untungnya bagi yang menang ? Dapat hadiahkah ? Atau masuk sorga ?

Memang sudah menjadi kewajiban kita untuk mengingatkan seseorang yang mungkin kita anggap ‘keblabasan’. Tapi cara mengingatkan yang didasari karena perasaan kalah apalagi ditumpangi dengan kesombongan lain merupakan hal yang menggelikan. Kalau kita melihat seorang yang mengolok-olok kita sebagai sebuah kesalahan, lalu kita balas mengolok-olok balik, bukankah kita juga melakukan kesalahan yang sama ? Makanya Rasulullah mengajarkan kita tersenyum tanpa harus membalas kepada orang-orang yang menghinakan kita.

Jadi dari rapat itu kita bisa melihat bahwa seluruh peserta rapat sebenarnya orang-orang yang sombong. Namun jika kita mau berpikir sedikit lebih kedalam lagi, bukankah orang yang berani memaknai kesombongan menurut dirinya adalah sebuah kesombongan juga ? Seperti halnya penulis yang mencoba mengurai makna kesombongan otomatis menjadi sombong karena sudah begitu berani memaknai kesombongan sekalipun menurut versinya sendiri yang belum tentu benar. Karena kebenaran arti kesombongan itu sejatinya milik Allah. Semoga Allah menghindarkan kita dari sifat sombong dan menghindarkan kita dari keberanian menulis tentang kesombongan. Amin

Gak usah ditulis nama penulisnya, takut jadi sombong

Powered By Blogger

  © Blogger template 'Grease' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP