15 November 2007

Teori Marketing ? Kasihan !



Pagi ini saya lewatkan dengan kesan yang agak beda. Setelah semalaman bersama istri mengarungi apa yang dalam bahasa Emha disebut "Silaturahmi", kami sarapan dengan semangat 45 meski dalam kondisi yang nyaris sederhana. "Mau lauk martabak ?", tawarnya. Saya mengiyakan sebagaimana yang sudah-sudah. Selama 17 tahun saya menikah rasanya belum pernah satu kalipun menolak tawaran makan dari istri meski dengan lauk tahu goreng dan sambal kecap. Karena memang dari dulu saya gak pernah pilih-pilih lauk makanan. Ini yang membuat saya doyan mencicipi masakan dari daerah manapun tapi saya kan gak mungkin makan kecoak, kelelawar, ular, nyambik, babi, anjing atau sejenisnya.
Jadilah di hadapan saya teronggok sepiring nasi putih mulus macam paha gadis model yang masih kemepul (mengepul-ngepulkan asap karena panas) dan sepotong martabak. Ini bukan lagi sepotong tapi cuma setengah potong karena yang separo sudah dimakan anak saya semalam. Alkisah martabak itu bagian dari berkat (kue bawaan) yang saya dapat waktu ikut selamatan di rumah kakak saya yang mau berangkat haji. Martabak itu ukuran aslinya, utuh 10 cm persegi dan karena sudah dicakot (digigit) anak saya jadi tinggal separonya. Dan sayapun menkmatinya dengan semangat membara dalam balutan nikmat Tuhan yang menghanyutkan. Apalagi didampingi sambal kecap dan senyum istri yang tak habis-habis merasakan pertempuran semalam.
Tidak setiap hari istri saya sarapan juga seperti pagi ini. Biasanya dia cuma mau menyeruput secangkir kopi yang katanya sudah cukup. Padahal saya tahu ketakutannya pada pertumbuhan bodynya yang sekalipun sudah dijaga tetap saja terlihat 'jumbo'.
Waktu dia menyodorkan kerupuk udang yang bagi saya pasti enak, dia cerita kalau kerupuknya dibeli dari si Mbah di pasar. Saya sendiri sudah beberapa kali mengantar istri belanja di pasar dan masih terbayang wajah si Mbah yang sudah mestinya istirahat di rumah sambil menikmati hari tua dalam perjalanan menuju ridla Ilahi. Entah berdzikir, sholat berbagai sunnah-sunnah atau upaya lain yang lebih mendekatkan dirinya pada Sang Pencipta yang tak lama lagi memanggil pulang.
Istri saya cerita kalau waktu beli krupuk kemarin maunya minta seperempat kilo tapi si Mbah nimbangnya menumpuk banyak meski timbelnya ya seperempat kilo. "Lho kok banyak Mbah ?", katanya. "Gak taulah sejak kemarin timbangannya rusak", timpal si Mbah. "Tau gak yah ? Akhirnya si Mbah mengambilnya separo diberikan ke aku", kata istri saya sambil menunjukkan ekspresi geli, lucu dan sedikit kecewa. "Apa akhirnya timbangannya bisa jegglek ?", tanya saya sambil cuci tangan di kran. "Enggak, jadi cuma dikira-kira saja. Aku juga kasihan sama si Mbah, jadi kalau beli kerupuk lagi pasti aku ke situ".
Tentu saja obrolan itu tapi masih menyisakan pikiran yang mengganjal. Bagaimana kalau kita meneropongnya dari ilmu marketing. Coba pikir, seberapa kuat rasa kepuasan konsumen dalam layanan seperti ini ?. Bagaimana menghitung indeks Consumer Satisfaction atau tingkat kepuasan pelanggan ? Tapi tetap saja seperti janji istri saya kalau dia gak bakal beli di tempat lain, tidak ke lain hati. Bagaimana bisa membuat sebuah usaha dengan tingkat kepuasan pelanggan sangat rendah sementara tingkat kesetiaannya begitu tinggi ? Bagaimana mungkin seseorang yang dirugikan tetap bersikeras ingin dirugikan lagi ? Atau ini memang didasarkan pada alasan kuat untuk berbelanja sambil beramal, sambil menolong atau ada bimbingan tangan Tuhan yang merogoh dompet istri saya dan disodorkan pada si Mbah.
Hal yang paling mungkin adalah keyakinan kita bahwa Allah menyemaikan rizkiNya pada mahluk yang mau berusaha. Dan tak satupun mahluk di bumi ini yang luput dari kasih sayangNya.
Ini mungkin jadi PR kita untuk merenung diri bahwa teori marketing, teori ekonomi dan ribuan teori ciptaan manusia lainnya tidak selamanya kekal dalam berbagai situasi.
Kepikiran teori ini, kepikiran tugas, kepikiran tanggungjawab dan setumpuk pikiran lain membuat saya lupa mencium istri sebelum berangkat kerja. Semoga saja dia masih mau kalau aku pingin silaturahmi lagi, lagi dan lagi.

13 November 2007

Haruskah Anak Tiri Menderita ?

Telepon itu berdering tidak seperti biasanya, suaranya agak putus-putus maklum baterainya hampir habis. Tapi agaknya bukan saja karena baterai dering telepon serasa beda, juga karena kabar yang dibawanya memang sangat berbeda. “Pak tolong ya pak di kampung saya ada anak yang selalu disiksa ibu tirinya, kasihan pak”, suara di ujung sana. Setelah ditenangkan oleh Khodijah, staf sekretariat yang menerima telepon mulailah mengorek data awal korban penganiayaan. Pelapor : Ketua RT setempat, korban seorang perempuan balita umur 5 tahun, terjadi di kecamatan Manyar. Khodijah segera menghubungi ketua harian, wakil ketua harian dan sekretaris lembaga untuk berembug menentukan langkah selanjutnya.
Dari hasil rembugan disepakati melakukan penelusuran kasus dan jika terbukti langsung dilaporkan ke polisi. Masing-masing menelepon contact person di seputar TKP (Tempat Kejadian Perkara), hasilnya positif. Ketua Harian P2T P2A (Pusat Pelayanan Terpadu perlindungan Perempuan dan Anak), Syaikhu Busiri mengontak unit Renata ( Remaja Anak-anak dan Wanita ) Polres Gresik melaporkan kasus yang diterima. Saat itu masih jam setengah dua belas siang, mereka berempat menyiapkan administrasi yang akan dibutuhkan sambil menunggu kabar dari polisi.
Kejenuhan mulai menjalar sejak persiapan administrasi kelar jam setengah satu tadi. Ada yang membaca, ada yang ngobrol sambil nggerundel. Selepas jam setengah lima sore telepon dari polisi diterima, mereka minta difasilitasi visum et repertum di rumah sakit. Keempat pengurus P2T P2A tersebut bergegas ke RSUD dr. Wahidin Bunder Gresik untuk mendampingi korban melakukan visum.
Memasuki ruang UGD RSUD Bunder serasa berangkat ‘menonton’ kebakaran. Rasa penasaran yang meluap untuk menyaksikan seberapa banyak yang terbakar, seberapa parah ? Semua pertanyaan yang menumpuk itu terjawab setelah bertemu korban, seorang gadis balita yang selalu tertunduk dengan pandangan mata yang menukik. Luar biasa, hampir sekujur tubuhnya ditemukan bekas luka. Di bawah mata kanan dan kiri bengkak, dada, punggung, kaki kiri kulitnya putih bekas luka bakar, bahkan di pantat dan selangkangan. Lukanya disebut karena benda bermata tajam.Bersambung .....

Powered By Blogger

  © Blogger template 'Grease' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP